AsalNama Tari Sajojo. Tari sajojo merupakan tarian adat yang berasal dari Papua, ia memiliki ciri khas sebagai tarian yang energik, penuh keceriaan, serta semangat. Asal nama tarian ini tidak diketahui secara pasti, baik asalnya ataupun makna dibaliknya. Menurut beberapa sumber, tarian ini ditarikan pertama kali di tahun 1990-an dengan nama
Tari Bedhaya – Kota Surakarta atau Solo tidak hanya populer akan destinasi wisatanya yang populer tetapi juga kebudayaannya. Salah satu kebudayaan yang hingga kini tetap lestari dan kaya makna adalah tari bedhaya. Tari ini telah mengakar sejak zaman dulu dan erat kaitannya dengan Keraton Surakarta. Jenis tari Jawa klasik ini dianggap sakral karena kisahnya dan kerap diliputi hal mistis saat pementasannya. Bahkan, penari maupun waktu pementasannya tidak boleh digelar secara sembarangan. Jika ingin tahu lebih dalam mengenai tari bedhaya, berikut ini adalah ulasannya Asal Tari Bedhaya Tarian ini ketap dipentaskan saat adanya acara peringatan kenaikan tahta raja Keraton Surakarta atau Tingalandelam Jumenang. Oleh karena itu, tarian tradisional ini diyakini berasal dari Surakarta. Kata dari nama tari ini berasal dari kata Bedhaya dalam Bahasa Jawa. Kemudian, kata tersebut memiliki arti penari wanita di istana. Dari makna tersebut bisa diketahui jika tarian ini dianggap sakral dan suci. Pasalnya, tarian ini hanya dipentaskan pada acara tertentu saja. Selain itu, untuk mementaskan tarian ini juga harus dilakukan pada hari tertentu, yakni setiap Selasa Kliwon. Masyarakat Surakarta menyebutnya sebagai Anggara Kasih. Bukan hanya pementasannya saja, namun latihannya pun wajib dilakukan di hari yang sama. Baca Juga Tari Bedhaya Ketawang Sejarah Tari Bedhaya Tarian ini dipercaya muncul pada Kesultanan Mataram tahun 1613 hingga 1645 yakni pada masa kepemimpinan Sultan Agung. Saat Sultan Agung bersemedi, beliau mendengar suara senandung dari langit. Kemudian, hal itulah yang membuatnya terinspirasi untuk menciptakan tarian ini. Versi lain mengatakan jika pada saat pertapaannya, pendiri Kerajaan Mataram Islam, yakni Panembahan Senopati bertemu dan menjalin kasih dengan Kanjeng Ratu Roro Kidul. Kisah ini kemudian menjadi cikal bakal tarian yang sakral ini. Dengan begitu, banyak yang percaya jika tarian ini menceritakan tentang hubungan asmara antara Nyi Roro Kidul dengan para raja Mataram melalui tiap gerakan penari. Kemudian, curhatan hari Kanjeng Ratu Kidul terhadap sang raja terkandung pada tembang pengiring tarian. Namun, setelah adanya perjanjian Giyanti tahun 1755, Kesultanan Mataram membagikan harga warisan pada Hamengkubuwana I dan Pakubuwana III. Dalam perjanjian tersebut, tidak hanya terjadi pembagian wilayah, tetapi juga termasuk warisan budayanya. Pada akhirnya, tarian ini diberikan pada Keraton Kasunanan Surakarta. Properti Tari Bedhaya Sama seperti tari tradisional lainnya, pada tarian ini terdapat beberapa atribut atau properti yang dikenakan para penari. Misalnya, mulai dari busana penari, sanggul, hingga perhiasan yang mempercantik tampilan penari. Berikut ini adalah penjelasan tentang properti tarian ini 1. Kostum Penari Para penari tarian ini menggunakan busana khas yang dinamakan dodot ageng atau basahan. Biasanya kostum ini juga dikenakan oleh pengantin perempuan Jawa. Biasanya warna dodot yang dikenakan berwarna dominan hijau. Penari juga menggunakan sampur cindhe serta kain cinde berwarna merah dengan motif cakar yang fungsinya sebagai ikat pinggang. 2. Sanggul Jenis gelungan atau sanggul yang digunakan para penari yakni gelung bokor mengkurep. Pasalnya, bentuknya sangat mirip dengan mangkuk yang terbalik. Jika dibandingkan dengan gelungan model Yogyakarta, jenis gelungan ini ukurannya lebih besar. 3. Aksesoris Perhiasan Ada pula aksesoris lainnya yang dikenakan penari, yakni seperti centhung yaitu hiasan di atas kepala yang bentuknya mirip gapura dan jumlahnya sepasang. Ada juga garuda mungkur yang digunakan di bawah sanggul bokor mengkurep dan biasanya terbuat dari bahan suasa dengan bertabur intan. Aksesoris lainnya yaitu sisir jeram saajar, yaitu perhiasan yang dikenakan penari. Ada juga aksesoris lain yang dikenakan di kepala yakni cunduk mentul yaitu kembang goyang yang berjumlah 9 buah. Tiba dhadha yang merupakan rangkaian bunga melati juga dikenakan oleh penari di gelungan yang memanjang sampai bagian dada kanan. Perhiasan lainnya yang dikenakan penari adalah cincin yang digunakan di jari tangan kanan dan kiri. Kemudian penari juga mengenakan gelang yang berwarna kuning keemasan serta bros yang dikenakan di baju sehingga penampilan penari semakin cantik. Baca Juga Tari Beksan Wireng Pola Lantai Tari Bedhaya Sama seperti tari tradisional lainnya, tari ini memiliki pola lantai tersendiri. Pola lantai tari ini secara umum menggunakan pola garis vertikal dan horizontal. Kemudian, pola lantai tarian ini terbagi menjadi beberapa bagian, mulai dari rakit lajur, iring-iringan, ajeng-ajengan, dan lain-lain. Jika ingin tahu apa saja pola lantai tari ini beserta maknanya, berikut ini adalah ulasannya Rakit lajur adalah pola lantai yang menyimbolkan penjelmaan manusia secara lahiriah yang terdiri dari tiga bagian tubuh yakni anggota gerak tubuh, kepala, dan badan. Ajeng-ajengan yaitu pola lantai yang menceritakan siklus kehidupan manusia bahwasanya manusia mempunyai takdir bahwa manusia selalu dihadapkan atas dua pilihan, yakni baik dan buruk. Iring-iringan adalah pola lantai yang melambangkan proses hidup batiniah pada manusia. Pada kehidupan keseharian, selalu terjadi ketidaksinkronan antara keinginan dan pikiran pada manusia. Lumebet lajur yakni pola lantai yang menceritakan sikap manusia yang taat dan patuh terhadap norma yang berlaku di masyarakat. Rakit tiga-tiga adalah pola lantai yang menyimbolkan perputaran pemikiran manusia. Pasalnya, terkadang pemikiran manusia teguh, goyah, serta mencapai kesadaran hingga sampai pada suatu penyatuan. Endel-endel apit medal yakni pola lantai yang menggambarkan atas ketidakpuasan manusia yang terkadang kurang bersyukur dan selalu menginginkan kebebasan atas aturan yang sudah ada. Baca Juga Tari Berpasangan Gerakan Tari Bedhaya Semua gerakan yang dilakukan penari kaya akan makna, yakni menggambarkan kepribadian perempuan Jawa yang santun serta lemah lembut. Oleh karena itu, pada tarian ini, penari melakukan gerakan secara khidmat dan tenang. Selain itu, penari juga membawakan gerakan tarian ini secara lembut dan sangat luwes. Pada tari tradisional ini, terdapat gerakan yang bernama kapang-kapang, yakni tangan penari berada di samping dan jari-jarinya ngiting. Para penari melakukan gerakan secara lembut dan gemulai. Kemudian, penari melakukan gerakan sembahan yang menyimbolkan manusia harus menghormati Tuhan selaku Sang Pencipta. Kemudian, pada Sang Penguasa Keraton, yakni sultan, penari melakukan sembahan jengkeng. Lalu, penari berdiri dan mengambil posisi mendhak dan mulai ngleyek sembari menari dengan perlahan-lahan. Penari kemudian melakukan srisig dan kengser. Posisi penari akan bergantian sesuai gerak dan formasi tariannya. Misalnya, ketika penari selesai melangsungkan formasi rakit awitan, penari kemudian melakukan formasi rakit ajeng-ajeng. Lalu, penari membentuk formasi rakit iring-iringan. Atau, penari terkadang membentuk formasi rakit tigo-tigo. Kemudian, barulah gerak ombak banyu dilakukan oleh penari. Keunikan Tari Bedhaya Tarian ini begitu sakral dan membuatnya begitu unik dibandingkan tari tradisional lainnya. Misalnya, mulai dari gerakannya yang penuh makna, waktu pementasan, dan syarat penarinya. Berikut ini adalah ulasan mengenai keunikan tari tradisional asal Surakarta ini 1. Gerakan yang Kaya akan Makna Berdasarkan kisah rakyat, gerakan yang dilakukan penari ini merupakan gerakan Nyai Roro Kidul atau ratu pantai selatan. Gerakan tersebut dilakukan Ratu Kencana Sari atau Nyai Roro Kidul saat merayu para Raja Mataram. Berdasarkan cerita tersebut, raja-raja Mataram memiliki hubungan asmara dengan ratu pantai selatan tersebut. Namun, kisah ini hanyalah cerita rakyat semata dan belum ada bukti kebenarannya. 2. Digelar pada Waktu Tertentu Sebelumnya telah disinggung jika pementasan tarian ini hanya saat Selasa Kliwon atau Anggara Kasih. Kemudian, penari juga wajib berlatih di hari yang sama. Menurut masyarakat Jawa, makna dari Anggara Kasih yakni hari yang tepat untuk menunjukkan kasih sayang terhadap diri sendiri. Hingga kini kepercayaan ini masih ditaati oleh penari. 3. Syarat Penari Tarian ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang perempuan. Hanya perempuan yang masih gadis dan belum menikah yang bisa menarikannya. Penari juga harus memiliki daya tahan tubuh yang baik karena harus melakukan puasa mutih hingga beberapa hari. Kemudian, saat melakukan tarian ini, penari tidak boleh dalam keadaan menstruasi. Bagi penari yang tengah menstruasi, perlu dilakukan chaos dadar yakni ritual yang dilakukan penari untuk meminta izin ke Nyi Roro Kidul. Penari juga Ritual ini dilakukan di panggung Sang Buwana Keraton Surakarta. Selain itu, penari juga diwajibkan berpuasa beberapa hari menjelang pertunjukan dimulai. 4. Jumlah Penari Tarian ini harus dibawakan oleh sembilan penari perempuan. Bahkan, setiap penarinya memiliki nama serta arti masing-masing. Misalnya, seperti batak yang menjadi simbol jiwa dan pikiran, kemudian ada endhel ajeg sebagai simbol nafsu, dan lain-lain. Kemudian, angka sembilan juga dipercaya sebagai angka yang sakral dan melambangkan jumlah mata angin. Pasalnya, masyarakat Jawa percaya akan adanya sembilan dewa yang menguasai setiap arah mata angin. Fungsi Tari Bedhaya Setelah mengetahui keunikan dari tarian ini, saatnya mengetahui berbagai fungsinya. Pasalnya, tarian ini tidak hanya sebagai sarana hiburan semata, namun fungsinya lebih dari itu. Di bawah ini adalah uraian tentang fungsi tari yang patut diketahui 1. Tarian Adat Upacara Untuk menampilkan tarian ini tidak bisa dilakukan di sembarang acara dan tempat. Pasalnya, tarian ini hanya digelar ketika ada upacara adat di keraton Surakarta. Ketika tarian ini dipentaskan, tidak boleh ada seorangpun yang mengeluarkan hidangan dan berbicara. Pasalnya, tarian ini harus diselenggarakan dalam keadaan yang tenang. Aturan ini berlaku tidak hanya untuk pengiring musik tari dan penari saja tetapi juga penonton. 2. Sebagai Tarian yang Sakral dan Religius Tarian ini begitu sakral karena menceritakan tentang kisah cinta raja Mataram dan Kanjeng Ratu Roro Kidul. Bahkan, Keraton Surakarta percaya jika ada orang yang peka akan hal gaib atau memiliki kekuatan supranatural, dapat melihat kehadiran Nyi Roro Kidul saat latihan maupun pementasan tarian ini. Bahkan, ketika terdapat penari yang melakukan kesalahan gerakan, Kanjeng Ratu Roro Kidul akan membetulkan gerakannya. Namun, bagi orang biasa dan tidak memiliki kepekaan terhadap hal supranatural, tidak akan merasakan kehadiran Nyi Roro Kidul. 3. Sarana Hiburan Tarian ini memang dipentaskan pada waktu tertentu saja dan pada saat tarian ini digelar, akan menjadi sarana hiburan bagi penontonnya. Pasalnya, tarian ini begitu anggun dengan tempo yang lambat sehingga penonton akan bisa melihat keindahan tarinya dengan jelas. Selain itu, musik pengiringnya juga menggunakan gendhing ketawang yang memiliki irama yang menghibur. Kumpulan Pertanyaan dan Jawaban Tentang Tari Bedhaya Berikut adalah beberapa pertanyaan dan jawaban tentang Tari Bedhaya Apa itu Tari Bedhaya? Jawaban Tari Bedhaya adalah tarian tradisional Jawa yang berasal dari Surakarta dan diperformankan sebagai bagian dari acara-acara istana. Sejarah Tari Bedhaya, kapan pertama kali ditemukan? Jawaban Sejarah Tari Bedhaya berakar pada masa Kerajaan Mataram pada abad ke-16. Tari Bedhaya pertama kali ditemukan sekitar tahun 1600-an. Apa fungsi Tari Bedhaya dalam masyarakat? Jawaban Fungsi Tari Bedhaya dalam masyarakat adalah sebagai tarian tradisional yang diperformankan dalam acara-acara istana atau acara-acara resmi lainnya, sebagai bagian dari upacara adat dan kebudayaan. Bagaimana gaya dan teknik tari Bedhaya? Jawaban Gaya dan teknik tari Bedhaya memperlihatkan elegan dan keramahan. Tarian ini menekankan pada gerakan tangan dan mata yang halus, serta gerakan kaki yang lembut. Apa saja instrumen musik yang digunakan dalam Tari Bedhaya? Jawaban Instrumen musik yang digunakan dalam Tari Bedhaya meliputi gamelan Jawa, rebab, dan gendang. Apakah Tari Bedhaya masih dipraktikkan saat ini? Jawaban Ya, Tari Bedhaya masih dipraktikkan sampai saat ini dan terus diteruskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari warisan budaya Jawa. Penutup Tari Bedhaya Itulah ulasan yang menarik tentang tari bedhaya yang sakral dan sarat akan makna. Tarian ini menjadi tarian yang masih lestari hingga kini. Kemudian, tarian ini juga seringkali dipentaskan saat adanya upacara kenaikan tahta di Keraton Surakarta. Tari Bedhaya
Tag tari bedhaya bentuk penyajiannya secara. Tari Tradisional Aceh. Oleh Ibu Guru Diposting pada 09/01/2022. Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sejarah yaitu Tentang "Tari Tradisional Aceh".
Tari Bedhaya Ketawang adalah salah satu tarian yang berasal dari Yogyakarta. Tarian ini adalah salah satu jenis tarian sakral yang dimainkan pada acara khusus. Para pemainnya tidak boleh dipilih secara sembarangan. Terdapat syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pemain sebelum melakukan tarian ini. Penasaran dengan informasi yang lebih lengkap mengenai Tari Bedhaya Ketawang? Yuk, simak selengkapnya dalam artikel berikut ini. Sejarah Tari Bedhaya KetawangFilosofiSifat dan Makna1. Adat dan Upacara2. Sakral3. Religius4. PercintaanPertunjukan Tari Bedhaya Ketawang1. Musik Pengiring2. PenariRagam GerakPropertiTata RiasPola LantaiBusanaKeunikan1. Dipentaskan Pada Saat Kenaikan Tahta Raja2. Ekspresi Rasa Cinta Nyai Roro Kidul3. Syarat Penari Sumber Kemunculan Tari bedhaya berawal pada masa Kerajaan Mataram pada tahun 1612-1645. Pada masa itu, Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung. Suatu hari, Sultan Agung tengah melakukan ritual semedi. Di sela-sela semedi tersebut, ia mendengar suara senandung yang membuatnya terkesan. Kemudian, Sultan Agung memanggil para pengawalnya dan menceritakan kejadian yang ia alami. Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan sebuah tarian yang dinamakan Bedhaya Ketawang. Namun, ada cerita lain yang menyebutkan bahwa tarian ini lahir sejak masa pemerintahan Panembahan Senopati. Saat ia bertapa di laut selatan, ia bertemu dengan Ratu Pantai Selatan. Kemudian tarian Bedhaya Ketawang lahir setelah Panembahan Senopati memadu kasih dengan Ratu Kidul tersebut. Filosofi Sumber Sebagai salah satu jenis tarian keraton, Tari Bedhaya merupakan sebuah tarian yang sakral. Tari Bedhaya yang dilakukan oleh 9 orang wanita ini akan ditampilkan di depan seorang raja. Ketika raja diwisuda, berulang tahun, atau perayaan yang lainnya, tarian ini akan dimainkan. Namun, Tari Bedhaya juga bisa dimainkan di luar istana dengan ketentuan penarinya tidak berjumlah 9 orang. Dengan jumlah penarinya yang ada 9 orang tersebut, Tari Bedhaya dianggap sebagai tari adiluhung yang mengajarkan tentang kesempurnaan hidup manusia. Angka 9 sendiri menggambarkan kesempurnaan manusia sebelum mengalami kematian yang dilambangkan dengan angka 0. Angka 9 tersebut juga melambangkan jumlah warna pelangi, yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Secara filosofis, 9 penari dalam Tarian ini melambangkan 9 arah mata yang dikuasai 9 dewa. Utara dikuasai oleh San Hyang Bathara Wisnu, timur laut dikuasai oleh Sang Hyang Bathara Sumbu, timur dikuasai Sang Hyang Bathara Iswara, tenggara dikuasai oleh Sang Hyang Bathara Mahasora, selatan dikuasai oleh Sang Hyang Bathara Brahma, barat daya dikuasai oleh Sang Hyang Bathara Rudra, barat dikuasai oleh Sang Hyang Bathara Mahadewa, barat laut dikuasai oleh Sang Hyang Bathara Sengkara, serta tengah dikuasai oleh Sang Hyang Bathara Siwa. Sifat dan Makna Sumber 1. Adat dan Upacara Tari Bedhaya tidak hanya sebatas menjadi warisan kebudayaan yang digunakan sebagai tontonan. Tarian ini menjadi salah satu tarian sakral yang dimainkan pada acara-acara khusus. Dalam sejarah Keraton Surakarta, kedudukannya merupakan sebuah tarian pusaka. Selama tarian ini dimainkan, tidak boleh ada hidangan yang keluar dan tamu undangan tidak diperkenankan untuk mengeluarkan sepatah kata pun. 2. Sakral Menurut kepercayaan Keraton Surakarta, beberapa orang yang peka terhadap hal ghaib dapat melihat kehadiran Nyi Roro Kidul. Nyi Roro Kidul dipercaya hadir dalam setiap latihan para penari. Bahkan, Nyi Roro Kidul juga membetulkan kesalahan yang dilakukan penari pada saat latihan. Namun, untuk orang biasa yang tidak memiliki kepekaan, tidak bisa melihat dan merasakan kehadiran Nyi Roro Kidul tersebut. 3. Religius Religius yang dimaksud di sini adalah mengingat kematian dan hubungan dengan Tuhan. Salah satu lirik dari gending pengiring Tari Bedhaya merupakan pengingat kematian bagi manusia. 4. Percintaan Setiap gerakan dalam Tari Bedhaya merupakan ungkapan cinta Nyi Roro Kidul terhadap Panembahan Senopati. Semua gerakan dibuat selembut mungkin agar orang awam tidakmenyadarinya. Namun, penari sengaja dirias dan menggunakan pakaian layaknya mempelai wanita dalam pernikahan adat Jawa. Pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang Sumber 1. Musik Pengiring Dalam setiap pementasan, musik iringan yang dipakai adalah gending ketawang gedhe dengan nada pelog. Sedangkan instrumen yang dimainkan adalah kethuk, kenong, gong, kendhang, serta kemanak. Tarian ini juga diiringi dengan tembang lagu yang menggambarkan rasa cinta dan godaan Nyi Roro Kidul kepada raja-raja Mataram. Pada bagian pertama tarian ini diiringi dengan tembang Durma, kemudian dilanjutkan dengan Ratnamulya. Pada saat penari akan masuk ke dalam Ageng Prabasurya, instrumen musik akan ditambahkan dengan gambang, rebab, gender, dan suling untuk menambahkn suasana. 2. Penari Para penari Tari Bedhaya diharuskan berlatih di Pendopo Sasana Sewaka. Ada beberapa tahapan latihan yang harus dilalui oleh para penari. Pertama, penari magang adalah 36 orang yang bukan merupakan kerabat dari Keraton. Kedua, Anggara Kasih adalah 5 penari yang terpilih dari 36 penari. Penari ini memiliki kesempatan untuk memainkan Tari Bedhaya di hari Anggara Kasih atau Selasa Kliwon. Ketiga, Abdidalem Bedhaya adalah penari yang terpilih untuk menampilkan Tari Bedhaya. Para penari juga memiliki nama khusus yang berguna sebagai peran saat menari, yaitu batak, endhel ajeg, endhel weton, apit ngarep, apit mburi, apit meneng, gulu, dhadha, dan boncit. Ragam Gerak Sumber Gerakan dalam Tari Bedhaya harus bernilai tinggi sehingga bisa menciptakan suasana tenang, teduh, serta khidmat. Gerakan Tari Bedhaya ini menggambarkan kepribadian putri-putri dari Keraton. Selain itu, erakan Tari Bedhaya juga menggambarkan gerak-gerik wanita Jawa yang penuh sopan santun. Properti Sumber Properti yang digunakan dalam Tari Bedhaya adalah Dodot Ageng. Dodot Ageng yang dipakai memiliki motif banguntalak alas-alasan. Tak lupa, penati juga menggunakan rangkaian bunga yang dipakai pada gelungan memanjang hingga ke dada. Tata Rias Sumber Rambut penari ditata dengan cara membuat gelungan khas Jawa. Pada kepala penari juga diberi hiasan berjumbai yang terbuat dari bulu burung kenari. Riasan wajah yang dipakai penari adalah riasan yang digunakan mempelai wanita pada upacara pernikahan. Pola Lantai Sumber Ada beberapa pola lantai yang digunakan dalam Tari Bedhaya. Di antaranya adalah gawang montor mabur, gawang jejer wayang, gawang urut kacang, gawang kalajengking, gawang perang, serta gawang tiga-tiga. Urutan masuk para penari sesuai dengan urutan peran yang telah dibagi. Urutannya adalah endhel ajeg, batak, endhel weton, apit ngarep, apit mburi, gulu, apit meneng, dhadha, serta terakhir boncit. Busana Sumber Pada saat pementasan, pakaian yang digunakan penari adalah Dodot Ageng atau Basahan. Biasanya pakaian ini digunakan mempelai wanita pada acara pernikahan. Panjang Dodot bisa mencaai 2,5 sampai 4 meter. Sedangkan aksesoris yang digunakan adalah centhung, garuda mungkur, sisir jeram saajar, serta rangkaian bunga yang dikenakan di gelungan yang memanjang hingga bagian dada. Pada masa lalu, Dodot hanya dipakai oleh kaum bangsawan. Namun, kemudian pakaian ini digunakan sebagai pakaian khusus Tari Bedhaya. Keunikan Sumber 1. Dipentaskan Pada Saat Kenaikan Tahta Raja Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, terjadi pembagian harta warisan Kesultanan Mataram kepada Pakubuwono III dan Hamengkubuwono I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga ada pembagian warisan budaya. Hasilnya, Tari Bedhaya Ketawang diberikan kepada Kasunanan Surakarta. Dalam perkembangannya, tarian tersebut digunakan sebagai pertunjukan saat penobatan upacara kenaikan tahta Kasunanan Surakarta. 2. Ekspresi Rasa Cinta Nyai Roro Kidul Berdasarkan cerita sejarah, Tari Bedhaya ini menceritakan hubungan asmara Nyai Roro Kidul dengan raja-raja Mataram. Kata-kata atau lirik lagu dalam musik pengiringnya berisi curahan hati Nyi Roro Kidul mengenai sang raja. Gerakan dalam tarian ini juga merupakan gambaran dari gerakan Nyi Roro Kidul saat merayu para raja. Namun, orang awam tidak bisa menangkap maksud gerakan tersebut karena dilakukan dengan sangat halus oleh para penari. Satu-satunya hal menonjol yang terlihat adalah riasan penari yang dibuat mirip dengan mempelai wanita yang akan dipertemukan dengan calon pasangannya. Dalam setiap penampilan, tarian ini dibawakan oleh 9 orang perempuan. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Nyi Roro Kidul akan datang secara ghaib dalam setiap pementasan untuk menjadi penari ke-10. 3. Syarat Penari Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penari yang akan menampilkan tarian ini. Syarat yang pertama adalah penari harus gadis perawan yang suci dan tidak sedang datang bulan. Jika sedang datang bulan, penari harus meminta izin terlebih dahulu kepada Nyi Roro Kidul dengan melakukan caos dhahar di panggung Sang Buwana Keraton Surakarta. Kesucian penari menjadi sangat penting karena Nyi Roro Kidul akan mendatangi penari yang masih salah saat latihan. Nah, itu tadi adalah penjelasan mengenai Tari Bedhaya khas Keraton Surakarta. Tarian ini merupakan tarian sakral yang dimainkan pada acara-acara tertentu sehingga penarinya pun tidak berasal dari sembarang orang. Membutuhkan banyak latihan bersama Nyi Roro Kidul untuk bisa menguasai tarian ini? Apakah kamu berminat mempelajarinya atau ingin mempelajari jenis tarian lain seperti Tari Tanggai dan Tari Ratoh Jaroe. Bisa lho dibaca dulu sejarah dan panduannya scara lengkap di blog kami.
B Bentuk Penyajian Tari Bedhaya Tirta Hayuningrat Struktur penyajian bedaya dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni Ajon- Ajon, Bagian Pokok, dan Bagian Mundur. Pembagian tersebut didasari oleh struktur gendhingatau iringan yang digunakan untuk mengiringi Bedhaya Tirta Hayuningrat. Bagian pokok adalah bagian di mana gerakan bedaya
Tari Bedhaya Ketawang merupakan tari tradisional klasik yang tidak lepas hubungannya dengan kerajaan, istana atau keraton terdahulu. Tari Bedhaya Ketawang berkembang di daerah Surakarta dan Yogyakarta serta bentuk tariannya sudah ada sejak zaman Mataram Kuno. Tak heran bila terdapat hal-hal mistis saat pertunjukan dimulai seperti berkurang atau bertambahnya jumlah penari, adanya ritual khusus sebelum menarikan tari tersebut, hingga masuknya ruh halus dalam penari. Merinding!Setiap harinya, tarian yang ditampilkan 9 orang penari ini digelar baik untuk latihan maupun untuk Tingaladalem Jumenengan. Tari Bedhaya Ketawang merupakan salah satu tari keraton yang lahir dan disajikan di keraton dan diperkasai oleh raja. Tari ini dianggap memiliki nilai sakral, ghaib, dan dianggap sebagai pusaka kerajaan yang tari Bedhaya Ketawang juga mempunyai banyak fakta atau keistimewaan yang membuat tari ini berbeda dari tari yang lainnya. Keistimewaan-keistimewaan itu antara lain seperti ulasan Pelaksanaan hari untuk penyajian tari hanya pada Anggara alfonstito Anggara Kasih yaitu hari Selasa Kliwon dalam kalender jawa. Tak hanya pagelaran resmi saja, tetapi latihan tarian ini pun juga dilakukan di hari tersebut. Itu artinya, baik latihan atau pagelaran hanya dilakukan dalam 35 hari kasih merupakan hari untuk mewujudkan cinta kasih pada diri sendiri. Untuk itu, kita hendaknya merwat dan membersihkan diri kita dari segala kecemaran. Menurut masyarakat adat jawa, pada saat malam Anggara kasih malam Selasa Kliwon orang bersemedi mengumpulkan kesaktian dan kejayaannya, lho. Hingga saat ini, malam Anggara Kasih tetap diwarnai pagelaran tari maupun seni karawitan gamelan. Mistis banget kan!2. Penari mengitari SinuhunJalannya penari di waktu keluar hingga masuk ke Dalem Ageng selalu mengitari Sinuhun dengan arah menganan. Dalem Ageng yaitu bagian dalam rumah jawa dan merupakan bagian terpenting dari rumah. Sedangkan Sinuhun berarti baginda atau raja. Harus hafal ya, jangan sampai lupa keluar masuknya!3. Para penari memakai kostum dodot sheilla_erlangga_official Pakaian penari atau kostum yang dikenakan adalah dodot banguntulak yakni kain panjang berwarna dasar biru tua dengan warna putih di tengahnya. Lapisan bawahnya mengunakan kain cindhe kembang berwarna ungu lengkap dengan rias mukanya seperti pengantin jawa putri, bersanggul bokor mengkurep, serta perhiasannya yang terdiri dari garudha mungkur, sisir jeram seajar, centhung, cundhuk mentul dan memakai bunga tiba dada pada dada bagian kanan. Baca Juga 5 Tarian Daerah Ini Digunakan untuk Mengusir Malapetaka, Sudah Tahu? 4. Bak main film, setiap penari memiliki peran suryojdb Pada tari bedhaya, penari yang berjumlah 9 orang ini memiliki peran masing-masing 1. Batak 2. Endhel ajeg 3. Endel weton 4. Apit ngarep 5. Apit mburi 6. Apit meneng 7. Gulu 8. Dhadha 9. Boncit Para penari tersebut akan menari sesuai pola tari Bedhaya Ketawang yang disajikan. Selama menari, pola lantai penari akan berubah-ubah an setiap pola memiliki maka tersendiri. Jadi setiap penari akan berpindah tempat sesuai pola lantainya masing-masing hingga membentuk suatu pertunjukan yang Tari Bedhaya Ketawang dapat dihubungkan dengan jjokoutomo Penuh akan filosofis, tari bedhaya juga kerap dikaitkan dengan ras perbintangan. Hal ini dapat dilihat dari cakepan lirik yang ditembangkan oleh sindhennya yang berbunyi Anglawat akeh rabine susuhunan, nde, Anglawat kathah garwane, nde, Sosotya gelaring mega, susuhunan kadi lintang kuasane. Dalam perlawatan susuhunan banyak menikah, Permata yang bertebaran di langit membentang, Susuhunan yang berkuasa, bak bintang 6. Instrumen musik pengiringnya choice_project Karena tari ini termasuk dalam jenis tari tradisional, irama musiknya pun sederhana sehingga hanya mengandalkan suara gerongan pada gamelannya. Suara gerongan inilah yang membuat iringan ini membaca lirik atau cakepannya pun berbeda dengan membaca lirik gerongan pada umumnya, karena diulang-ulang dan maju mundur. Pemanjangan suku kata pada jatuhnya lagu sangatlah panjang. Gak heran sih, kalau durasi tarinya juga Terdapat persyaratan bagi penari yang akan menyajikan Tari Bedhaya indigosch Tidak sembarang orang bisa menarikan Tari Bedhaya Ketawang. Hal ini karena tari bedhaya adalah tari sakral yang memiliki ketentuan khusus dalam penyajiannya. Syarat-syarat menjadi penari Bedhaya Ketawang di antaranya harus seorang putri yang masih gadis atau perawan, suci lahir batin yang berarti tidak sedang menstruasi, berpuasa beberapa hari menjelang pagelaran, dan bukan putri dari sinuhun baginda atau raja.Namun, hal itu terjadi pada zaman dahulu. Seorang putri sinuhun diperbolehkan menari dengan syarat meminta izin kepada Ratu Kidul terlebih mau jadi penari bedhaya? Siap lahir batin ya! Baca Juga 5 Budaya dari Pulau Jawa yang Terkenal dengan Unsur Magis, Adiluhung! IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Diantara11 bentuk tari Bedhaya yang dianggap paling tua adalah Bedhaya Ketawang. Tari Bedhaya Ketawang sampai sekarang disakralkan bagi pihak kraton Surakarta, disajikan hanya untuk rangkaian upacara Jumenengan Tinggalan Dalem di kraton. Bagi kraton Surakarta tari Bedhaya Ketawang merupakan salah satu pusaka, sehingga jika disajikan sebagai
Daftar isiMakna Tari BedhayaSejarah Tari BedhayaKostum Tari BedhayaIringan Musik Tari BedhayaKeunikan Tari BedhayaSuku Jawa memiliki kebudayaan yang beragam. Salah satu di antaranya adalah seni tari. Tari Bedhaya yang paling populer dan masif diajarkan. Berikut ini pembahasan mengenai tari Tari BedhayaBedhaya merupakan tarian yang tidak hanya dipertunjukkan sebagai hiburan, tetapi juga dipertunjukkan untuk hal-hal khusus dalam suasana yang sangat Bedhaya menggambarkan hubungan Kangjeng Ratu Kidul dengan Raja Mataram. Semuanya tercermin dari gerakan tangan dan bagian tubuh, cara menggendong anak cucu. Semua kata yang tertera dalam lirik tembang lagu diceritakan Kangjeng Ratu Kidul kepada ini bermula saat Sultan Agung memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613 hingga 1645. Suatu ketika Sultan Agung melakukan ritual meditasi, Sultan Agung dikejutkan oleh suara dengung yang datang dari beliau memanggil pengawalnya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Karena kejadian ini, Sultan Agung dipercaya diilhami tarian Bedhaya teori lain yang menyebutkan bahwa Sultan Agung bertemu Ratu Kencanasari atau Kangjeng Ratu Kidul, Panembahan Senapati dalam pertapaannya, dan menjadi sahabat mereka yang kemudian menjadi pelopor tarian tahun 1755, setelah perjanjian Giyanti mencapai kesepakatan, tanah Kesultanan Mataram dibagi antara Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga termasuk pembagian warisan tari Bedhaya Ketawang ini dipersembahkan ke kasunanan Surakarta, dalam perkembangannya, tari ini kemudian disampaikan pada saat penobatan dan peringatan tahta Tari BedhayaKostum yang digunakan oleh penari Bedhaya Ketawang adalah dodot ageng atau yang juga dikenal dengan basahan, biasanya digunakan oleh pengantin wanita juga menggunakan gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan yang berukuran lebih besar daripada gelungan gaya itu, para penari mengenakan berbagai aksesoris perhiasan, antara lain centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, mentul cundhuk, dan tiba dhadha rangkaian bunga melati yang dikenakan di gelungan yang memanjang hingga dada bagian kanan.Kostum penari Bedhaya Ketawang sangat mirip dengan gaun pengantin Jawa, dan sebagian besar berwarna hijau, yang menunjukkan bahwa Bedhaya Ketawang adalah tarian yang menggambarkan kisah cinta Kangjeng Ratu Kidul dan Raja Musik Tari BedhayaGending atau musik yang dipakai untuk mengiringi Bedhaya Ketawang disebut Gending Ketawang Gedhe yang bernada tarian pada umumnya, musik berasal dari gamelan yang membawakan gending, terdiri dari lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang, gong, dan mengiringi langkah penari mundur ke Dalem Ageng Prabasuyasa Dalem Ageng Prabasuyasa, Gamelan akan memainkan alat musik iringan berupa rebab, gender, gambang, dan suling. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan keharmonisan Tari BedhayaMenurut kepercayaan masyarakat setempat, setiap tarian Bedhaya dibawakan, dan diyakini Kangjeng Ratu Kidul akan ikut serta dalam upacara dan menari sebagai penari penggenap tarian selalu dilakukan dalam jumlah ganjil.Sebagai tarian sakral, penari harus memenuhi beberapa syarat. Syarat utamanya penari haruslah seorang gadis yang suci dan tidak sedang berikutnya adalah kemurnian batin yang harus melakukan puasa sebelum mementaskan tarian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah.
DiantiAprispuri Jenis Tari Menurut Bentuk Penyajiannya. Seni Tari Jawa Tengah Intan1m3 s Blog. Keunikan Tari Tunggal Terlengkap Beserta Penjelasannya. Blog Budaya Indonesia Tari Bedhaya Yogyakarta Tari. KATEGORIKAN SEBAGAI CONTOH TARI TARI GOLEK' 'menurut Jumlah Penari Dan Bentuk Penyajian Tari Yang June 17th, 2018 - Menurut Jumlah
- Tari Bedhaya Ketawang merupakan sebuah seni pertunjukan warisan budaya Keraton Kasunanan Surakarta. Terdapat dua versi terkait asal-usul Tari Bedhaya Ketawang. Namun, asal-usul Tari Bedhaya yang diketahui secara umum adalah kisah cinta Kanjeng Ratu Kidul dengan Panembahan Senopati. Tarian ini menjadi warisan Keraton Kasunanan Surakarta karena ketika disepakatinya Perjanjian Giyanti, Bedhaya Ketawang tidak diambil pihak Kasultanan juga Pengertian Tari Rakyat Sejarah Tari Bedhaya Ketawang Sejarah tari Bedhaya Ketawang berawal dari Sultan Agung 1613-1645 yang memerintah Kesultanan Mataram. Suatu ketika, Sultan Agung sedang melakukan laku semedi. Tiba-tiba, ia mendengar suara senandung dari langit. Sultan Agung terkesima dengan senandung tersebut. Ia kemudian memanggil pengawalnya dan menjelaskan apa yang terjadi. Dari kejadian itulah, Sultan Agung kemudian menciptakan tarian yang diebri nama Bedhaya Ketawang. Selain itu, ada versi lain yang menjelaskan bahwa tari Bedhaya Ketawang berawal dari kisah Panembahan Senapati bertemu dan menikah dengan Kanjeng Ratu Kidul. Setelah disepakati Perjanjian Giyanti pada 1755, dilakukanlah pembagian warisan Kesultanan Mataram. Warisan tersebut tak hanya berupa harta benda dan wilayah, melainkan juga budaya. Tari Bedhaya Ketawang pada akhirnya diberikan kepada Kasunanan Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang digelar ketika upacara penobatan dan peringatan kenaikan takhta Raja Kasunanan Surakarta. Makna tari Bedhaya Ketawang Tari Bedhaya Ketawang secara umum dipahami sebagai hubungan pernikahan antara Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Semua kisah itu diwujudkan dalam gerakan tarian. Adapun kata-kata yang yerkandung dalam tembang pengiringnya menggambarkan curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada Panembahan Senapati. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap pertunjukan tari Bedhaya Ketawang akan menghadirkan Kanjeng Ratu Kidul yang ikut serta tari Bedhaya Ketawang akan dimainkan oleh sembilan perempuan. Sementara itu, menurut kepercayaan Jawa, Kanjeng Ratu Kidul akan hadir sebagai penari ke-10. Pelaksaan seni tari Bedhaya Ketawang Sebagai sebuah tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dimiliki bagi setiap penari Bedhaya ketawang. Adapun syarat yang paling utama adalah sang penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Apabila sang penari sedang haid, maka harus minta izin kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan melakukan Caos Dhahar di Panggung Sanga Buwana, Keraton Kasunanan Surakarta. Hal itu dilakukan dengan berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Kesucian para penari juga sangat penting dalam mementaskan tari Bedhaya Ketawang. Ketika pertunjukan berlangsung, tari Bedhaya Ketawang akan diiringi oleh musik Gending Ketawang Gedhe dengan nada pelog. Sementara itu, instrumennya adalah kethuk, kenong, gong, kendhang, dan kemanak. Tari Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga babak. Di tengah tarian, nada gendhing berganti menjadi slendro selama dua kali. Setelah itu, nada gendhing kembali lagi ke nada pelog hingga tarian berakhir. Selain itu, ketika pertunjukan, tarian ini akan diiringi tembang atau lagu yang menggambarkan curahan hati Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Baca juga Sejarah Tari Barong Kisah Kebaikan Lawan Keburukan yang Tiada Akhirnya Sementara itu, dalam tata busana, para penari akan mengenakan pakaian pengantin perempuan Jawa, yakni dodot ageng atau basahan. Rambut penari Bedhaya Ketawang akan menggunakan gelung boor mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gaya gelungan Yogyakarta. Referensi Sawitri. 2021. Tari Bedhaya dan Bedhayan Kajian Ideologis dan Historis. Klaten Penerbit Lakeisha. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
tunggalb. berpasangan c. | Latihan Soal Online. Tari bedhaya bentuk penyajiannya secara. Pada umumnya tari tradisional nusantara diiringi musik. Cara Menggunakan : Baca dan cermati soal baik-baik, lalu pilih salah satu jawaban yang kamu anggap benar dengan mengklik / tap pilihan yang tersedia.
Sejarah Tari Bedhaya – Umumnya, Sahabat Gramedia dapat menikmati ragam kesenian dan tarian Nusantara kapan saja. Namun, Provinsi Jawa Tengah memiliki suatu tarian yang tidak dapat dipentaskan tiap waktu. Para penari hingga hadirin yang menonton dalam pelaksanaannya diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Tari itu adalah Bedhaya Ketawang yang berasal dari Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian khusus yang dianggap sakral sebagai lambang kebesaran raja. Tarian ini adalah tari tradisional keraton yang sarat makna dan memiliki hubungan yang erat dengan upacara adat, religi, serta percintaan Raja Mataram dengan Kanjeng Ratu Kidul. Apakah kalian penasaran dengan tarian ini? Silakan simak terus ulasan berikut hingga tuntas! Beksan Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian sakral atau tarian pusaka yang hanya dipertunjukkan ketika penobatan atau Tinggalandalem Jumenengan ISKS Paku Buwana upacara peringatan kenaikan takhta raja. Sejarah tari Bedhaya Ketawang ini mengisahkan tentang dalam pertapaan Panembahan Senopati yang bertemu dan bercinta dengan Ratu Kencanasari atau yang lebih dikenal dengan nama Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian Bedhaya Ketawang. Mengutip penjelasan di dalam buku berjudul Pembelajaran Seni Tari di Indonesia dan Mancanegara yang ditulis oleh Arina Restian, nama Bedhaya Ketawang sendiri berasal dari kata bedhaya yang berarti “penari wanita di istana atau keraton”, sedangkan ketawang berarti “langit” atau “mendung di langit” identik dengan sesuatu yang tinggi, keluhuran, dan kemuliaan. Tari Bedhaya Ketawang menjadi tarian sakral yang suci karena menyangkut ketuhanan segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Ketawang melambangkan sesuatu yang tinggi, suci, dan tempat tinggal para dewa. Penarinya dilambangkan seperti letak bintang kalajengking yang jumlahnya tujuh hingga sembilan orang yang memakai kostum senada. Menurut kepercayaan, Kanjeng Ratu Kidul akan hadir dan ikut menari sebagai penari ke-10. Lalu, bagaimana pola lantai tari Bedhaya Ketawang? Berikut penjelasannya. Sejarah Tari BedhayaSeputar Tarian dan Makna FilosofisMakna Pola Lantai Tari BedhayaKoreografi Tari Bedhaya KetawangKisah di Balik Tari Bedhaya KetawangSumber Tari Bedhaya Ketawang ketika dipertunjukkan dalam Sasana Sewaka, Keraton Surakarta ESCapade/Creative Commons Attribution-Share Alike Unported. Ada beberapa legenda yang mengungkapkan pembentukan tarian ini. Suatu ketika, Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613–1645 sedang melakukan laku ritual semadi. Konon, dalam keheningan sang raja mendengar suara tetembangan senandung dari arah tawang atau langit. Sultan Agung merasa terkesima dengan senandung tersebut. Begitu selesai bertapa, Sultan Agung memanggil empat orang pengiringnya, yaitu Panembahan Purbaya, Kyai Panjang Mas, Pangeran Karang Gayam II, dan Tumenggung Alap-Alap. Sultan Agung mengutarakan kesaksian batinnya kepada mereka. Sultan Agung sendiri kemudian menciptakan sebuah tarian yang diberi nama Bedhaya Ketawang karena terilhami oleh pengalaman gaib yang dialaminya. Menurut versi yang lain, dikisahkan pula bahwa Panembahan Senapati bertemu dan bercinta dengan Ratu Kencanasari atau yang dikenal juga dengan sebutan Kanjeng Ratu Kidul dalam pertapaannya, yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini. Setelah Perjanjian Giyanti pada 1755 Pakubuwana III bersama Hamengkubuwana I melakukan pembagian harta warisan Kesultanan Mataram, yang sebagian menjadi milik Kesunanan Surakarta dan sebagian lainnya menjadi milik Kesultanan Yogyakarta. Pada akhirnya, Tari Bedhaya Ketawang menjadi milik istana Keraton Kesunanan Surakarta Hadiningrat. Sampai saat ini, Tari Bedhaya Ketawang dalam perkembangannya masih tetap dipertunjukkan ketika penobatan dan upacara peringatan kenaikan takhta Sunan Surakarta SISKS Pakubuwana. Seputar Tarian dan Makna Filosofis Tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya dipertunjukan ketika penobatan serta peringatan kenaikan takhta raja di Kesunanan Surakarta. Tarian ini merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan Kesunanan Surakarta. Menurut sejarahnya, tarian ini berawal ketika Sultan Agung memerintah kesultanan Mataram tahun 1613–1645. Pada suatu saat, Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu beliau mendengar suara senandung dari arah langit, Sultan Agung pun terkesima dengan senandung tersebut. Lalu beliau memanggil para pengawalnya dan mengutarakan apa yang terjadi. Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama bedhaya ketawang. Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa dalam pertapaannya Panembahan Senapati bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kanjeng Ratu Kidul yang kemudian menjadi cikal bakal tarian ini. Namun setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, dilakukan pembagian harta warisan kesultanan mataram kepada Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga ada pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang akhirnya di berikan kepada kasunanan Surakarta dan dalam perkembangannya tarian ini tetap dipertunjukan pada saat penobatan dan upacara peringatan kenaikan tahta sunan Surakarta. Tari Bedhaya Ketawang ini menggambarkan hubungan asmara Kanjeng Ratu Kidul dengan raja Mataram. Semua itu diwujudkan dalam gerak tarinya. Kata-kata yang terkandung dalam tembang pengiring tarian ini menggambarkan curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Tarian ini biasanya dimainkan oleh sembilan penari wanita. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap pertunjukan Tari Bedhaya Ketawang ini dipercaya akan kehadiran Kanjeng Ratu Kidul hadir dan ikut menari sebagai penari kesepuluh. Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus di miliki setiap penarinya. Syarat yang paling utama, yaitu para penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari harus meminta ijin kepada Kanjeng Ratu Kidul lebih dahulu dengan melakukan caos dhahar di panggung sanga buwana, keraton Surakarta. Hal ini di lakukan dengan berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Kesucian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah. Pada pertunjukannya, Tari Bedhaya Ketawang di iringi oleh iringan musik gending ketawang gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang digunakan diantaranya adalah kethuk, kenong, gong, kendhang, dan kemanak. Dalam Tari Bedhaya Ketawang ini dibagi menjadi tiga babak adegan. Di tengah tarian nada gendhing berganti menjadi slendro selama 2 kali. Setelah itu nada gending kembali lagi ke nada pelog hingga tarian berakhir. Selain diiringi oleh musik gending, Tari Bedhaya Ketawang diiringi oleh tembang lagu yang menggambarkan curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, kemudian dilanjutkan dengan Ratnamulya. Pada saat penari masuk kembali ke dalem ageng prabasuyasa, instrumen musik ditambahkan dengan gambang, rebab, gender dan suling untuk menambah keselarasan suasana. Dalam pertunjukannya, busana yang digunakan penari dalam Tari Bedhaya Ketawang adalah busana yang digunakan oleh para pengantin perempuan Jawa, yaitu Dodot Ageng atau biasa disebut dengan Basahan. Pada bagian rambut menggunakan Gelung Bokor Mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gelungan gaya Yogyakarta. Untuk aksesoris perhiasan yang digunakan di antaranya adalah centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha rangkaian bunga yang dikenakan di gelungan, yang memanjang hingga dada bagian kanan. Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian yang berfungsi bukan hanya sebagai hiburan, karena tarian ini hanya ditarikan untuk sesuatu yang khusus dan dalam suasana yang sangat resmi. Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan hubungan asmara Kangjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram. Semuanya diwujudkan dalam gerak-gerik tangan serta seluruh bagian tubuh, cara memegang sondher dan lain sebagainya. Semua kata-kata yang tercantum dalam tembang lagu yang mengiringi tarian, menunjukkan gambaran curahan asmara Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Menurut kepercayaan masyarakat, setiap Tari Bedhaya Ketawang ini dipertunjukkan, dipercaya Kanjeng Ratu Kidul akan hadir dalam upacara dan ikut menari sebagai penari kesepuluh. Tari Bedhaya Ketawang ini dibawakan oleh sembilan penari. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya Ketawang menggambarkan sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan dewa yang disebut dengan Nawasanga. Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh penarinya. Syarat utama adalah penarinya harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari tetap diperbolehkan menari dengan syarat harus meminta izin kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar di Panggung Sangga Buwana, Keraton Surakarta. Syarat selanjutnya, yaitu suci secara batiniah. Hal ini dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pergelaran. Kesucian para penari benar-benar diperhatikan karena konon kabarnya Kanjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari yang gerakannya masih salah pada saat latihan berlangsung. Sembilan penari Bedhaya Ketawang memiliki nama dan fungsi masing-masing. Tiap penari tersebut memiliki simbol pemaknaan tersendiri untuk posisinya Penari pertama disebut Batak yang disimbolkan sebagai pikiran dan jiwa. Penari kedua disebut Endhel Ajeg yang disimbolkan sebagai keinginan hati atau nafsu. Penari ketiga disebut Endhel Weton yang disimbolkan sebagai tungkai kanan Penari keempat disebut Apit Ngarep yang disimbolkan sebagai lengan kanan Penari kelima disebut Apit Mburi yang disimbolkan sebagai lengan kiri. Penari keenam disebut Apit Meneg yang disimbolkan sebagai tungkai kiri. Penari ketujuh disebut Gulu yang disimbolkan sebagai badan Penari kedelapan disebut Dhada yang disimbolkan sebagai badan. Penari kesembilan disebut Buncit yang disimbolkan sebagai organ seksual. Penari kesembilan di sini direpresentasikan sebagai konstelasi bintang-bintang yang merupakan simbol tawang atau langit. Busana yang digunakan oleh para penari Bedhaya Ketawang adalah dodot ageng atau disebut juga basahan, yang biasanya digunakan oleh pengantin perempuan Jawa. Penari juga menggunakan gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan yang berukuran lebih besar, serta berbagai aksesoris perhiasan yang terdiri atas centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha rangkaian bunga melati yang dikenakan di gelungan yang memanjang hingga dada bagian kanan. Busana penari Bedhaya Ketawang sangat mirip dengan busana pengantin Jawa dan didominasi dengan warna hijau, menunjukkan bahwa Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang menggambarkan kisah asmara Kanjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram. Pada awalnya Bedhaya Ketawang dipertunjukkan selama dua setengah jam. Namun, sejak zaman Pakubuwana X diadakan pengurangan, hingga akhirnya menjadi berdurasi satu setengah jam. Gending atau musik yang dipakai untuk mengiringi Bedhaya Ketawang disebut Gending Ketawang Gedhe yang bernada pelog. Perangkat gamelan yang digunakan untuk membawakan gending ini terdiri dari lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang, gong, dan kemanak, yang sangat mendominasi keseluruhan irama gending. Bedhaya Ketawang dibagi menjadi tiga adegan babak. Di tengah-tengah tarian, laras nada gending berganti menjadi nada slendro selama dua kali, kemudian nada gending kembali lagi ke laras pelog hingga tarian berakhir. Pada bagian pertama tarian diiringi dengan tembang Durma, selanjutnya berganti ke Retnamulya. Pada saat mengiringi jalannya penari masuk kembali ke Dalem Ageng Prabasuyasa, alat gamelan yang dimainkan ditambah dengan rebab, gender, gambang, dan suling. Ini semuanya dilakukan untuk menambah keselarasan suasana. Makna Pola Lantai Tari Bedhaya Sama halnya dengan tarian lainnya, tari Bedhaya Ketawang mempunyai pola lantai tersendiri. Pola lantai tarian ini menggunakan pola lantai gawang monitor mabur, gawang jejer wayang, gawang urut kacang, gawang kalajengking, gawang perang, dan gawang tiga-tiga. Pola lantai dalam tarian tersebut juga dikenal dengan nama rakit lajur yang menggambarkan lima unsur dalam diri diri manusia, yaitu cahaya, rasa, sukma, nafsu, dan perilaku. Sebagai tarian yang sakral, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh setiap penarinya, yaitu kesembilan penari harus merupakan seorang gadis suci dan tidak sedang haid atau menstruasi. Jika sedang menstruasi, penari tersebut harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kanjeng Ratu Kidul dengan melakukan caos dahar di panggung Sangga Buwana di Keraton Surakarta. Hal tersebut dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan. Ketika latihan dimulai, Kanjeng Ratu Kidul akan datang jika ada penari yang gerakannya masih kurang benar. Koreografi Tari Bedhaya Ketawang Sebagaimana penjelasan dalam buku Kagunan Sekar Padma Kontinuitas dan Perkembangan Kesenian Tradisional di Yogyakarta Awal Abad XX yang disusun oleh Indra Fibiona dan Darto Harnoko, koreografi tari Bedhaya Ketawang diiringi oleh sinden dan musik gamelan. Selanjutnya, tarian itu disusun dengan sangat hati-hati berdasarkan arahan penguasa putra mahkota untuk acara-acara penting di istana. Perhatian yang cermat mengenai koreografi dan iringan musik tersebut menunjukkan betapa pentingnya fungsi ritual dari bentuk seni. Koreografi yang panjang dan kompleks, serta musik gamelan dan para sinden membutuhkan kekompakan permainan seniman yang perlu latihan secara teratur agar selaras satu sama lain. Pagelaran pertunjukan besar seperti itu awalnya memang hanya ada di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta saja. Namun, pertunjukan tersebut mulai diadaptasi oleh pejabat tinggi di kadipaten seiring berjalannya waktu. Tari Bedhaya Ketawang yang paling tua dan dianggap paling sakral adalah Tari Bedhaya Ketawang Surakarta. Tarian itulah yang kemudian menjadi tarian yang menginspirasi semua bentuk koreografi Bedhaya, baik di Surakarta maupun Yogyakarta. Hal ini dikarenakan adanya pernikahan antar keluarga keraton, sehingga para mempelai membawa seniman pendherek yang menyertainya. Kisah di Balik Tari Bedhaya Ketawang Dikutip dari buku yang sama karangan Indra Fibiona dan Darto Harnoko, tarian ini mengisahkan tentang Ratu Kidul yang secara kebetulan bertemu dengan sultan di pantai, perbatasan antara Kerajaan Mataram Yogyakarta dengan Kerajaan Nyi Roro Kidul. Sultan Mataram dan Kanjeng Kidul saling tertarik satu sama lain. Sultan kemudian mengikuti Sang Ratu Kidul menuju istananya yang berada di dasar laut. Mereka hidup bersama selama beberapa waktu, hingga datanglah roh Sunan Kalijaga yang menasihati sultan bahwa pengantinnya itu Ratu Kidul sebenarnya bukanlah seorang manusia, sebab kecantikannya yang abadi sangatlah sempurna seperti gadis muda. Pada saat itu, Ratu Kidul bertemu dengan sultan bertepatan dengan malam bulan purnama, sehingga sultan begitu terpesona dengan paras kecantikan sang ratu. Sunan Kalijaga lantas menyadarkan sultan dengan memberi nasihat untuk tetap melaksanakan amanah, yaitu mengemban tugas mengayomi rakyat dan kerajaannya yang telah diabaikan karena terpikat dengan Ratu Kidul. Pada akhirnya, Sultan Agung kemudian meninggalkan Ratu Kidul. Namun, sang ratu akan selalu melindungi Sultan Agung dan keturunannya, kapan pun Kerajaan Mataram berada dalam bahaya. Sumber “Tari Bedhaya Ketawang“. Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Diakses tanggal 23 November 2022. “Tari Bedhaya Ketawang“. Center Of Excellence CoE Budaya Jawa. Diakses tanggal 23 November 2022. “Tari Bedhaya Ketawang“. Pariwisata Indonesia. Diakses tanggal 23 November 2022. ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
SWnKI. 412 13 463 417 379 419 306 493 378
tari bedhaya bentuk penyajiannya secara